Portillo: Surga Ski di Pegunungan Andes
- Juli 22, 2025
- Destinasi Terbaik | Indonesia | Tips dan Panduan | Wisata
- No Comments

Portillo: Surga Ski di Pegunungan Andes – Pengalaman yang Mengubah Perspektif Saya tentang Ski
Jujur aja, saat HP saya hampir mati di ketinggian 2.880 meter dengan sinyal yang nyaris hilang, kepanikan yang pertama muncul bukan soal keselamatan – tapi “astaga, gimana kalau gue gak bisa dokumentasi perjalanan ini?” Absurd banget ya? Tapi itulah saya, generasi yang gak bisa lepas dari gadget. Waktu itu Juli 2025, dan saya baru aja nyampe di Portillo setelah perjalanan melelahkan dari Santiago.
Baca Juga: Cochamo Valley: Yosemite-nya Chile
Sebenernya, sebelum berangkat ke Portillo, saya tuh skeptis banget sama semua hype yang beredar. Pikir saya cuma marketing resort mahal yang lebay aja. Lagian, ski resort di Chile? Seriously? Saya lebih familiar sama Alps atau Aspen dari cerita-cerita. Tapi ternyata… aduh, saya salah besar. Setelah hari pertama aja, pandangan saya berubah 180 derajat. Laguna del Inca yang beku dengan latar Andes yang menjulang tinggi itu benar-benar bikin speechless. Dan ini baru permulaan dari transformasi perspektif saya tentang ski yang gak pernah saya duga sebelumnya.
Mengapa Portillo Bikin Deg-degan Sebelum Berangkat (Dan Ternyata Salah Besar)
Kekhawatiran Pre-Trip yang Bikin Susah Tidur
Kalau boleh jujur, minggu-minggu sebelum berangkat ke Portillo tuh bikin saya insomnia parah. Googling sampai jam 2 pagi tentang altitude sickness, baca horror story orang muntah-muntah di ketinggian segitu. Bayangin aja, 2.880 meter di atas permukaan laut – itu hampir tiga kali lipat ketinggian Bandung! Kepala saya langsung spinning mikirin gimana kalau tubuh gak bisa adaptasi.
Yang bikin makin stress adalah budget shock. Setiap kali convert Chilean peso ke rupiah, rasanya kayak ditampar realita. Kalkulasi ulang berkali-kali, spreadsheet Excel sampai dikasih warna-warni segala. Hampir cancel berkali-kali karena mikir “ini worth it gak sih?” Apalagi pas liat harga all-inclusive package – astaga, bisa buat liburan ke Bali 3 kali!
Terus ada lagi skill level anxiety yang bikin overthinking. “Gue bisa gak ya ski di resort yang katanya untuk advanced?” Padahal pengalaman ski saya cuma di Jepang sama sekali ke Austria, itupun di slope yang relatif mudah. Baca-baca review katanya Portillo itu challenging banget, bikin saya makin ragu. Malam-malam sering kepikiran, jangan-jangan malah jadi embarrassing moment di depan skier internasional yang udah expert.
Reality Check dari Teman yang Pernah ke Sana
WhatsApp grup travel saya jadi rame banget gara-gara screenshot review contradictory di TripAdvisor yang saya share. Ada yang bilang “life-changing experience”, ada juga yang komplain soal harga dan limited facilities. Bikin bingung kan? Satu review bilang “magical”, yang lain bilang “overpriced for what you get”.
Video call sama Dimas, teman yang pernah ke Portillo tahun 2023, malah bikin saya makin bimbang. Dia cuma bilang “trust me, just go” tanpa kasih detail yang saya butuhin. Typical cowok banget, gak detail! Saya tanya soal altitude, dia bilang “fine-fine aja”, ditanya soal slope difficulty, jawabnya “manageable kok”. Helpful banget, Dim! (Sarcasm intended)
Tapi tunggu, sekarang saya ingat kenapa saya awalnya tertarik sama Portillo. Bukan karena prestige atau pengen flexing di Instagram – tapi karena penasaran banget sama Laguna del Inca. Danau beku di ketinggian segitu, dengan backdrop Andes yang epic? That’s something you don’t see everyday. Momen clarity itu yang akhirnya bikin saya mantep booking, meskipun masih deg-degan.
Persiapan yang Berlebihan (Tapi Ternyata Berguna)
Download offline maps sampai storage HP penuh 64GB. Google Maps, Maps.me, bahkan Waze – semuanya di-download area Chile bagian tengah. Paranoid banget mikirin kalau nyasar di pegunungan tanpa sinyal. Ternyata emang bener sih, sinyal hilang total setelah Los Andes, jadi preparation ini worth it banget.

Beli gear winter yang ujung-ujungnya overpack. Thermal underwear 3 set, jacket waterproof yang mahal, gloves sampai 4 pasang – padahal cuma stay 5 hari! Koper jadi overweight, kena charge extra di airport. Lesson learned: research dulu apa yang bisa disewa di tempat.
Tip praktis menghemat yang saya temukan belakangan: Sewa equipment di Santiago lebih murah 30% daripada di resort. Kalau saya tahu dari awal, bisa hemat sekitar 200 ribu rupiah untuk ski boots sama helmet. Toko di Providencia area lumayan lengkap dan kualitasnya oke. Cuma ya memang ribet bawa-bawa dari Santiago ke Portillo, tapi kalau budget tight, worth the effort.
First Impression: Ketika Laguna del Inca Bikin Speechless
Perjalanan Menuju Portillo – Drama di Jalan
Sinyal hilang total setelah Los Andes, dan anxiety level saya langsung maksimal. Kebiasaan check Instagram story setiap 10 menit tiba-tiba gak bisa dilakukan – withdrawal symptoms real banget! Driver shuttle yang saya book dari Santiago cuma senyum-senyum aja liat saya panic ngecek HP terus.
Curvaceous road menuju Portillo itu… ya ampun. Tikungan tajam naik-turun bikin mual, tapi pemandangan di kanan-kiri jalan bikin lupa sama motion sickness. Setiap belokan ngebuka view baru yang makin spektakuler. Pegunungan Andes yang bare rock dengan salju di puncaknya, kontras banget sama landscape Indonesia yang hijau.
Momen “holy shit” pertama kali lihat Laguna del Inca dari kejauhan itu unforgettable banget. Danau yang beku sebagian dengan warna biru kehijauan yang surreal, dikelilingi puncak-puncak gunung yang menjulang. Saya langsung ngerti kenapa tempat ini jadi legendary di kalangan skier. Instagram story yang saya post waktu itu (begitu dapet sinyal sebentar) langsung explode like-nya – teman-teman pada gak percaya ini masih di planet Bumi.
Check-in Reality vs Expectation
Hotel Portillo ternyata lebih intimate daripada yang saya bayangkan, dan itu dalam artian positif banget. Gak kayak mega resort yang impersonal – ini lebih kayak exclusive lodge yang cozy. Lobby-nya warm dengan fireplace yang nyala, wooden interior yang kasih vibe alpine authentic.
Yang bikin surprise adalah staff yang remember nama tamu, bukan cuma room number. Receptionist langsung bilang “Welcome to Portillo, Mr. Wijaya!” padahal saya baru pertama kali datang. Detail kayak gini yang bikin feel special, bukan cuma jadi tourist number sekian.
Kamar saya dapet view langsung ke Laguna del Inca – jackpot! Jendela kamar kayak frame natural buat pemandangan yang gak akan pernah bosen diliat. Pagi-pagi bangun langsung disambut sama sunrise di atas danau beku, Instagram story saya langsung explode like-nya dari teman-teman yang iri. Tapi honestly, foto gak bisa capture keindahan real-nya. You have to be there to feel it.
Adaptasi Hari Pertama
Altitude bikin napas ngos-ngosan cuma jalan dari lobby ke lift area. Jarak yang biasanya santai jadi berasa marathon mini. Kepala agak pusing, tapi gak separah yang saya takutin setelah baca horror stories di internet. Mungkin karena saya udah prepare dengan arrive di Santiago 2 hari sebelumnya untuk acclimatization.
Solusi yang work: minum air kayak unta dan istirahat lebih sering. Staff hotel kasih tips minum minimal 3 liter per hari di altitude segini, plus avoid alcohol hari pertama. Coca tea yang disediain di lobby juga helping banget – rasa pahit tapi bikin badan lebih fresh.
Baca Juga: Punta Arenas: Kota Terakhir Sebelum Antartika

Penemuan eksklusif yang belum banyak yang tahu: Ada secret spot foto di dekat Chapel yang lokasinya agak tersembunyi. Jalan kaki 5 menit dari main lodge, ada small chapel dengan backdrop Laguna del Inca yang perfect banget buat golden hour photography. Gak ada di guidebook manapun, saya nemu karena ngobrol sama housekeeping staff yang udah kerja di sini 8 tahun. Spot ini masih sepi, belum jadi Instagram hotspot kayak area lainnya.
Ski Experience: Dari Pemula Nervous Jadi Addicted
Slope Analysis – Honest Review
Roca Jack – ini slope yang bikin adrenaline rush maksimal, tapi jangan coba kalau belum confident banget. Steep gradient-nya gak main-main, dan kondisi snow bisa unpredictable. Hari kedua saya nekad coba, dan… well, let’s just say saya jadi entertainment buat skier lain yang liat saya struggling. Tapi setelah berhasil turun tanpa jatuh (miracle!), feeling accomplishment-nya luar biasa.
Plateau – perfect banget buat warming up dan building confidence. View 360 derajat yang bikin lupa capek, bisa liat Laguna del Inca dari angle yang beda-beda. Slope ini juga yang paling photogenic, background-nya epic dari mana aja. Kalau mau ambil video skiing yang keren, ini tempatnya.
Las Lomas – hidden gem untuk intermediate level kayak saya. Crowd lebih sedikit dibanding slope utama, jadi bisa practice dengan lebih comfortable. Snow condition di sini consistently good, mungkin karena posisinya yang agak terlindung dari angin kencang. Slope ini yang paling sering saya ulangi selama stay di Portillo.
Learning Curve dan Momen Embarrassing
Hari pertama, jatuh di depan lift area pas mau naik – awkward banget! Tapi yang bikin surprised, semua orang helpful banget. Ada skier dari Argentina yang langsung bantuin saya berdiri, ngasih tips basic technique. Gak ada yang judge atau ketawa, malah supportive. Community spirit di Portillo beda banget sama resort lain yang pernah saya datangin.
Eh wait, saya koreksi – ternyata jatuh di ski itu normal banget, bahkan expert skier pun jatuh. Malah jadi ice breaker yang bagus sama skier lain. Setelah jatuh, jadi lebih relaxed dan gak terlalu self-conscious. Sometimes embarrassing moments lead to better connections.
Hari ketiga mulai confident, tapi overconfident malah bikin accident kecil. Nyoba slope yang agak challenging tanpa proper warm-up, ended up with minor sprain di ankle. Nothing serious, tapi jadi reminder kalau gak boleh underestimate mountain conditions. Resort medic handle dengan professional, kasih advice yang helpful buat recovery.
Equipment dan Teknis
Rental vs bawa sendiri – rental equipment di resort surprisingly good quality. Boots-nya comfortable, skis dalam kondisi well-maintained. Harga memang premium, tapi convenience-nya worth it kalau gak mau ribet bawa gear dari Indonesia. Plus, mereka adjust equipment sesuai skill level dan preference kita.
Kondisi snow di Portillo beda banget sama resort Eropa yang pernah saya coba. Powder yang lebih consistent, texture-nya perfect buat carving. Mungkin karena altitude dan climate yang unique, snow quality tetep bagus even di late season. Juli 2025 kemarin masih dapet fresh powder hampir setiap pagi.

Weather unpredictability – cuaca bisa berubah drastis dalam 30 menit. Pagi cerah, siang mendung, sore bisa snow storm. Layering system jadi crucial banget. Saya belajar keras cara baca weather pattern dari local instructor yang udah 15 tahun ngajar di sini.
Social Aspect – Unexpected Community
Dining experience yang paling memorable adalah makan bareng di main dining room dengan keluarga dari Buenos Aires. Mereka udah jadi regular di Portillo selama 10 tahun, cerita-cerita mereka tentang perubahan resort dari tahun ke tahun fascinating banget. Anak mereka yang umur 12 tahun udah ski better than me – humbling experience!
Evening activities lebih engaging dari yang saya expect. Live music di lounge, board games, bahkan ada movie night dengan classic ski films. Gak kayak resort lain yang setelah skiing ya udah, here ada sense of community yang genuine. People actually talk to each other, bukan cuma stuck di phone masing-masing.
Cultural insight yang menarik adalah mix antara Chilean hospitality dengan international ski culture. Staff lokal yang warm dan welcoming, tapi guest dari berbagai negara yang bawa skiing tradition masing-masing. Jadi melting pot yang unik, especially di dining room pas dinner time.
Safety Reality Check
Pengingat keamanan yang penting: Altitude plus physical activity equals dehydration yang cepat banget. Saya learn this the hard way pas hari kedua, hampir pingsan gara-gara kurang minum. Setelah itu, selalu bawa water bottle kemana-mana dan minum setiap 15 menit.
Rescue team standby di berbagai titik slope, tapi better safe than sorry. Mereka professional banget, equipped dengan modern gear. Tapi prevention tetep yang terbaik – know your limits, check weather conditions, dan jangan ski alone di advanced slopes.
Lesson learned yang crucial: Selalu ski dengan buddy, especially di advanced slopes. Mountain weather bisa berubah tiba-tiba, visibility drop drastically. Having someone watch your back bisa jadi life saver literally. Plus, lebih fun juga kalau ada yang bisa share excitement pas berhasil conquer difficult slope.
Beyond Skiing – Aktivitas yang Gak Boleh Dilewatin
Non-Ski Adventures
Snowshoeing around Laguna del Inca jadi peaceful alternative yang perfect buat recovery day. Setelah 3 hari skiing intensive, kaki udah kayak jelly, jadi aktivitas low-impact kayak gini exactly what I needed. Walking around frozen lake dengan snowshoes, surrounded by Andes peaks – meditative banget.
Photography opportunities di sini unlimited, especially pas golden hour. Sunrise dan sunset di danau beku dengan mountain reflection (kalau ada area yang gak beku) itu magical banget. Saya spend hampir 2 jam setiap pagi cuma buat hunting foto yang perfect. Light condition di altitude segini unique, kasih dramatic effect yang susah didapet di tempat lain.
Spa experience di resort helping banget buat muscle recovery setelah intense skiing days. Deep tissue massage dengan therapist yang ngerti sport recovery, plus sauna session yang relaxing. Harga premium sih, tapi after 4 days skiing hard, body deserves proper treatment.
Baca Juga: Rahasia Pulau Paskah: Jejak Peradaban Kuno yang Terlupakan

Cultural Immersion Moments
Local staff stories yang paling memorable adalah ngobrol sama María, housekeeping yang udah kerja di Portillo 12 tahun. Dia cerita tentang perubahan seasonal pattern gara-gara climate change, gimana snow season jadi lebih unpredictable. Plus, dia share tentang Andean culture yang masih kental di area sekitar, meskipun resort udah international.
Traditional Chilean food di dining room, especially empanadas yang unforgettable. Chef kasih twist modern tapi tetep maintain authentic flavor. Pisco sour yang disajiin pas welcome dinner juga top-notch – probably the best I’ve ever had. Food quality di resort ini consistently excellent, worth the premium price.
Sustainable tourism awareness – resort’s effort untuk preserve alpine environment impressive banget. Mereka implement water conservation, renewable energy, sama waste management yang proper. As traveler yang makin conscious tentang environmental impact, seeing resort yang take responsibility seriously itu reassuring.
Digital Detox (Mau Gak Mau)
Blessing in disguise – limited WiFi di Portillo bikin saya fokus sama present moment. Biasanya kan addiction scroll social media, di sini malah gak bisa. Awalnya withdrawal symptoms, tapi setelah day 2, actually liberating banget. More quality time with real human interaction.
Analog activities yang saya lakukan: reading (bawa 2 books yang udah lama pending), journaling (nulis pengalaman setiap hari), sama actual conversation dengan fellow guests. Rediscover simple pleasures yang often forgotten di era digital ini.
Modern travel tip: Download entertainment sebelum datang (series, podcast, music), tapi honestly, you won’t need it much. Pemandangan di sini entertainment-nya sendiri. Plus, early sleep schedule karena physical exhaustion from skiing bikin gak butuh screen time buat hiburan.
Practical Stuff – Yang Gak Ada di Brosur Resmi
Budget Breakdown Reality
Hidden costs yang gak kepikiran sebelumnya: Laundry service (mahal banget!), extra meals di slope-side cafe, equipment insurance, sama tips untuk staff. Total additional expense bisa add up 25-30% dari main package cost. Saya gak budget ini properly, jadi agak shock pas checkout.
Money-saving tips berdasarkan pengalaman:
– Book package deal lebih hemat 25% dibanding item by item. All-inclusive worth it kalau stay lebih dari 4 hari
– Bring own snacks buat makan di slope – food court pricey banget, simple sandwich bisa 15 USD
– Laundry sendiri di sink kamar instead of hotel service (kecuali urgent banget)
Payment methods reality check: Cash masih king di beberapa tempat, especially buat tips sama small purchases. Siapkan Chilean peso sebelum datang, ATM di resort charge hefty fees. Credit card diterima di main facilities, tapi always have backup cash.
Booking Strategy
Timing yang optimal: Juli-September adalah peak season dengan snow condition terbaik, tapi harga juga peak. Book minimal 6 bulan sebelumnya buat dapet rate yang reasonable. Shoulder season (June atau October) lebih affordable tapi weather less predictable.

Package options analysis: All-inclusive package worth it kalau stay lebih dari 4 hari. Include meals, lift tickets, sama beberapa activities. Kalau cuma weekend trip, maybe room-only package lebih flexible. Tapi calculating meal costs individually, all-inclusive actually good value.
Cancellation policy – flexible booking important banget karena weather dependent. Mountain conditions bisa unpredictable, especially dengan climate change effects. Choose booking option yang allow changes atau cancellation with minimal penalty.
Packing Essentials (Dari Pengalaman Trial & Error)
Layering system lebih penting daripada single heavy jacket. Base layer, insulating layer, shell layer – this combination work better than bulky winter coat. Temperature fluctuation di mountain significant, jadi adjustability crucial.
Forgotten items yang bikin nyesel: Lip balm dengan SPF (altitude sun brutal banget!), sunglasses strap (hampir kehilangan kacamata berkali-kali), sama hand warmers. Altitude sun reflection dari snow bisa cause serious sunburn even pas cloudy day.
Tech gear essentials: Portable charger (cold weather drain battery faster), waterproof phone case, action camera dengan extra battery. Cold temperature significantly reduce battery life, jadi always have backup power source.
Transportation Logistics
Santiago to Portillo: Private transfer vs bus – comfort vs budget dilemma. Private transfer 3x lebih mahal tapi convenience-nya worth it kalau traveling dengan gear banyak. Bus option ada, tapi schedule limited dan gak flexible.
Rental car consideration: Mountain driving experience required, plus snow chains mandatory during winter season. Road condition bisa challenging, especially pas weather buruk. Kalau gak confident mountain driving, better stick dengan transfer service.
Airport coordination: International flight plus domestic connection timing crucial. Santiago airport to Portillo butuh minimal 3 jam (without traffic), jadi plan arrival time accordingly. Delayed international flight bisa mess up whole itinerary.
Health & Safety Prep
Altitude preparation yang proper: Arrive Santiago 2 days early untuk acclimatization process. Gradual altitude increase help body adapt better. Hydration crucial – start drinking extra water sebelum naik ke altitude.
Baca Juga: Pucón: Destinasi Sempurna untuk Petualang Sejati

Travel insurance dengan mountain sports coverage – essential banget, jangan skip ini! Regular travel insurance often exclude winter sports activities. Medical evacuation dari Portillo ke Santiago expensive banget kalau gak covered insurance.
Medical facilities reality: Limited on-site medical facilities, serious cases require evacuation ke Santiago. Basic first aid available, tapi for anything major, you’re looking at helicopter evacuation yang cost thousands of dollars.
Refleksi Akhir – Kenapa Portillo Stuck di Hati (Dan Kapan Balik Lagi)
Unexpected Emotional Connection
Transformative experience yang gak pernah saya expect – dari skeptis jadi evangelist Portillo dalam 5 hari. Ada something special tentang tempat ini yang susah dijelasin dengan words. Maybe combination of natural beauty, community spirit, sama personal achievement dari conquering challenging slopes.
Community feeling di Portillo unique banget. Ketemu guests yang balik every year selama decade, jadi extended family mereka. Stories mereka tentang watching resort evolve, seasonal changes, sama personal milestones yang achieved di slopes ini – heartwarming banget. Made me realize travel bukan cuma about seeing new places, tapi building connections.
Personal growth aspect yang unexpected adalah confidence boost dari conquering slopes yang initially intimidating. Overcoming fear, pushing personal limits, sama achieving something yang seemed impossible – these experiences translate to other life areas juga. Skiing di Portillo jadi metaphor buat facing challenges in general.
Environmental Appreciation
Climate change reality yang visible banget di Portillo. Staff yang udah kerja bertahun-tahun cerita tentang seasonal variations yang makin extreme. Snow patterns berubah, temperature fluctuation lebih dramatic. Seeing firsthand impact of global warming di alpine environment itu sobering experience.
Sustainable travel commitment yang saya develop setelah trip ini. Choosing quality over quantity trips, support businesses yang environmentally responsible, sama reduce carbon footprint dari travel activities. Portillo experience bikin saya more conscious about travel choices moving forward.
Laguna del Inca conservation efforts inspiring banget buat travel responsibly. Resort collaborate dengan environmental organizations buat preserve alpine ecosystem. As travelers, kita punya responsibility untuk protect places yang we love to visit.
Planning Return Visit
Different season consideration – summer activities di Portillo (hiking, fishing, mountaineering) equally appealing kayak winter sports. Maybe next visit during December-February buat explore different side of this place. Hiking around Andes dengan wildflower blooms sounds amazing.
Teman-teman reaction setelah liat foto-foto dan denger cerita saya – semua langsung planning trip mereka sendiri. Group chat jadi rame diskusi potential group trip ke Portillo next year. Sharing experience yang transformative itu infectious, bikin orang lain pengen experience it too.

Long-term goal yang ambitious: Maybe try heli-skiing next time kalau budget allow dan skill level udah improve significantly. Portillo offer heli-skiing packages ke untouched areas di Andes – ultimate adventure buat advanced skiers. That’s gonna be my motivation buat keep improving skiing skills.
Final Honest Assessment
Worth the hype? Absolutely, tapi dengan caveat – not for everyone. Kalau you’re looking for luxury resort dengan extensive facilities, maybe this isn’t your place. Tapi kalau you want authentic mountain experience dengan natural beauty yang breathtaking, Portillo delivers beyond expectation.
Who should go: Intermediate+ skiers yang comfortable dengan challenging terrain, altitude-tolerant individuals, sama budget-flexible travelers yang appreciate unique experiences over luxury amenities. Community-minded people yang enjoy meeting fellow travelers juga bakal love it here.
Who might struggle: Beginner skiers (limited easy slopes), budget backpackers (expensive untuk Indonesian standards), altitude-sensitive people, sama travelers yang expect extensive nightlife atau shopping options. This is mountain experience, bukan resort vacation.
Closing Thought
Saat menulis artikel ini sambil scrolling through photos dari Portillo, honestly bikin homesick ke tempat yang baru dikunjungin sekali. Weird banget kan? Tapi that’s the power of places yang touch your soul. Laguna del Inca dengan morning mist, sound of skis carving fresh powder, laughter dari dining room pas dinner time – memories yang vivid banget.
Call to action buat yang considering: Just do it, tapi prepare well. Research thoroughly, budget properly, sama manage expectations. Portillo bukan perfect place, tapi it’s special place. Sometimes imperfection adalah yang bikin experience memorable dan authentic.
Portillo bukan cuma ski resort – it’s a mindset shift tentang apa itu mountain experience. About pushing boundaries, appreciating natural beauty, sama building connections dengan people dan place. Five days di sini change my perspective about travel, about challenges, dan about what makes experience truly worthwhile.
Catatan: Ini berdasarkan pengalaman pribadi saya di Juli 2025. Kondisi dan harga bisa berubah seiring waktu, jadi always check updated information sebelum planning trip.
Tentang penulis: Budi Wijaya berdedikasi untuk berbagi pengalaman perjalanan nyata, tips praktis, dan perspektif unik, berharap membantu pembaca merencanakan perjalanan yang lebih santai dan menyenangkan. Konten asli, menulis tidak mudah, jika perlu mencetak ulang, harap catat sumbernya.